Di vihara kami di
Suatu pagi, sesudah semalaman bermeditasi, ketika kami sudah siap kembali ke pondok masing-masing untuk tidur, kepala vihara memanggil seorang bhikkhu junior, orang
Ini merupakan pekerjaan mencuci yang banyak. Lagipula, seluruh cucian harus dikerjakan dengan cara tradisional ala bhikkhu hutan. Air harus ditimba dari sumur, membuat api besar dan memasaknya sampai mendidih. Potongan kayu dari pohon nangka harus dipotong menjadi kepingan-kepingan kecil dengan menggunakan kapak. Potongan kecil tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih tadi untuk mengeluarkan sarinya, yang berfungsi sebagai “deterjen”. Lalu setiap jubah diletakkan secara terpisah di dalam sebuah bak kayu yang panjang, kemudian air mendidih kecoklatan itu ditumpahkan ke dalamnya. Jubah-jubah itu kemudian dipukul-pukul dengan tangan sampai bersih. Bhikkhu itu kemudian harus mengeringkannya di bawah sinar matahari, membolak-baliknya secara teratur agar pewarna alaminya tidak luntur. Mencuci satu jubah saja sudah lama dan repot. Mencuci sebegitu banyak jubah membutuhkan waktu berjam-jam. Si bhikkhu muda
Saya datang ke pelataran tempat mencuci itu untuk membantunya. Sesampai di
Saat itu terjadi, saya telah menjadi bhikkhu selama beberapa tahun. Saya mengerti yang dia alami dan tahu jalan keluar dari permasalahannya. Saya berkata kepadanya, “Berpikir jauh lebih berat daripada mengerjakannya.”
Dia menjadi terdiam dan memandang saya. Setelah beberapa lama berdiam diri, tanpa berkata apa-apa dia kembali bekerja dan saya kembali ke tempat untuk tidur. Belakangan di hari itu, dia datang menemui saya untuk mengucapkan terima kasih atas bantuan saya mencuci jubah. Memang benar, dia menyadari, berpikir adalah bagian yang terberat. Ketika dia berhenti mengeluh dan hanya mengerjakan cuciannya, sama sekali tidak ada masalah......
dari beberapa milis
Salam kunjungan.. singgah la ke blog saya; )
BalasHapushttp://www.zuwairiaiman.com
bobhandburry >>>> siap, gan ^^,
BalasHapus